Halaman

Sabtu, 18 Mei 2013

Gunung Buttu Kabobong

Gunung Buttu Kabobong ,disebut Juga Gunung Nona, dari kejauhan sangat mirip milik sang Nona, terletak di Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan , dan terlihat dari poros jalan Makassar – Tana Toraja.
Sepanjang lereng gunung Buttu Kabobong terhampar Desa- desa  yang sangat indah.
Gunung Buttu Kabobong berada diwilayah di Desa Bambapuang kecamatan Anggeraja dengan menempuh jarak 18 km dari kota Enrekang dari arah utara menuju Tana Toraja atau sekitar 800 m diatas permukaan laut dan dapat ditempuh 20 menit perjalanan dari kota Enrekang atau 280 Km dari Kota Makassar
Kawasan  Gunung Buttu Kabobong , menawarkan panorama dan pemandangan pegunungan, bukit, dan lembah-lembah yang membuat tempat ini segar dan sejuk. menyusuri sepanjang sungai ,melihat pemandangan dari gunung-gunung dan sungai-sungai. dan menikmati matahari terbit muncul dari sisi lain kemiringan Bambapuang (1157 meter) dan matahari terbenam.
Hutan diperkaya dengan flora dan fauna. Satwa  Monyet dan Kerbau kerdil. Rusa . Anggrek dengan berbagai spesies

Kabupaten Enrekang,  Gua, gunung, sungai, dan air terjun. Semua ada di bumi Enrekang. Kabupaten yang terletak antara kilometer 196 dan kilometer 281 di utara kota Makassar ini, menjadi salah satu alternatif daerah yang  dikunjungi jika ke Sulawesi Selatan.
Gunung Bambapuang yang memiliki ketinggian 1.157 meter di atas permukaan laut. Jika beruntung, anda bisa menyaksikan panorama sunrise dan sunset yang memukau dari lereng gunung ini. Saat itu, bola matahari yang berwarna kemerahan tampak begitu jelas. Di lereng gunung ini pula, terdapat sejumlah bunker milik tentara Jepang.
Menurut mitos dan legenda , Gunung Bambapuang adalah asal mula pemerintahan dan peradaban manusia di Sulawesi Selatan. tepatnya berada di Lura Bambapuang, salah satu kawasan yang dialiri Sungai Saddang — sungai terpanjang di Pulau Sulawesi.
Orang-orang Bugis menghormati tempat tersebut dan menyebutnya tana rigalla tana riabbusungi (negeri suci yang dihormati). Bahkan hingga kini, masyarakat Toraja yang merupakan tetangga dari daerah ini, selalu menyerahkan sekerat daging bagi leluhurnya di Bambapuang setiap kali mereka menggelar pesta.
Negeri seribu gua karena mempunyai sedikitnya 20 buah gua , menawarkan pemandangan eksotis. Salah satu gua yang terkenal dengan stalaktit dan stalakmitnya adalah Gua Bubau terletak di Asaan Baraka. Selain itu Gua Pusallo di Limbuang Maiwa, serta Gua Tappa di Maiwa. Gua-gua tersebut sangat menarik untuk ditelusuri oleh para petualang.

Gunung Latimojong, Enrekang memiliki wilayah perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian antara 70 sampai 3.000 meter di atas permukaan laut. Salah satu gunung yang terkenal adalah Gunung Latimojong yang memiliki ketinggian 3.239 meter di atas permukaan laut, dan merupakan gunung tertinggi di Sulawesi Selatan
Sungai , Enrekang juga memiliki beberapa sungai besar seperti Sungai Tabang, Sungai Mata Allo, Sungai Mamasa, dan Sungai Saddang. Sungai Saddang yang melewati pusat kota Enrekang dan mengalir menuju Selat Makassar merupakan salah satu ajang rafting yang mulai diminati. Derasnya arus sungai serta medan yang berat menjadi tantangan tersendiri bagai para pencinta olahraga air untuk menaklukkan Sungai Saddang.
Air terjun dan kolam renang alami. Air terjun Lewaja yang berada sekitar empat kilometer ke arah selatan kota Enrekang merupakan tempat relaksasi yang sangat alami. Air terjun ini selalu ramai dikunjungi oleh warga Enrekang maupun mereka yang datang dari luar Enrekang. Lewaja juga dikenal sebagai tempat suci yang dipakai untuk ritual mandi bersama masyarakat Enrekang sebelum memasuki bulan Ramadhan
Flora dan Fauna, utamanya anggrek. Beragam jenis anggrek tumbuh dan terpelihara dengan baik di sini, anggrek bulan, anggrek kalajengking, anggrek hitam yang sangat langka dan binatang yang dilindungi seperti monyet dan kerbau kerdil hidup bebas di kaki-kaki perbukitan.
Budaya Enrekang bervariasi dan kaya akan percakapan serta kata-kata santun. Ia terletak di antara kelompok etnik Sulawesi Selatan yakni Toraja, Luwu, Bugis, dan Mandar. Masyarakat di daerah berhawa sejuk ini juga mengenal tradisi Maccera Manurung. Upacara adat ini hanya dilakukan delapan tahun sekali selama empat hari berturut-turut. Tak heran, jika perhelatan ini akan digelar, banyak warga Enrekang di perantauan menyempatkan diri pulang kampung untuk menyaksikan upacara
Artikel Terkait

Tidak ada komentar: